NW ONLINE – Press release, oleh Muhammad Arsanul Ramdani. Berkembangannya islam di Indonesia saat ini tidak terlepas dari dunia pesantren. Banyaknya pilihan yang ditawarkan oleh pesantren mampu menghipnotis wali santri untuk menyantrenkan anaknya. Mulai dari yang klasik, modern bahkan memadukan keduanya.
Memadukan keduanya boleh-boleh saja asalkan tidak meninggalkan akarnya yakni menekankan Pendidikan agama dan akhlak. Akan tetapi seiring berjalannya waktu ada ruh yang mulai surut di dunia pondok pesantren, yakni kasih sayang antar sesama, baik pengasuh dengan santri dan santri sesama santri. Inilah yang membuat paradigma santri di pesantren menjadi khawatir, resah dan takut. Bahkan tak jarang di antara mereka meminta untuk berhenti menyantren maupun pindah sekolah.
Disamping itu maraknya kekerasan di pesantren menjadi pendukung mereka untuk dijadikan alasan tidak betah menyantren. Berikut beberapa faktor sebab terjadinya kekerasan di lingkungan pesantren:
1. Punishment atau Hukuman
Sebagian pesantren selalu menggunakan kekerasan sebagai bentuk hukuman bagi para santri yang melanggar aturan. Tentu tujuan dari hukuman tersebut untuk memberikan efek jera terhadap santri. Akan tetapi yang sering terjadi justru hukuman lebih di depankan daripada unsur pendidikannya. Artinya hikmah dari hukuman itu tidak dipahami oleh santri, termasuk hakikat dan fungsi atau manfaat ditegakkannya aturan. Dengan kata lain, para santri mengikuti aturan bukan semata-mata untuk taat, melainkan takut pada hukuman yang diterima jika melanggarnya.
2. senioritas
Senioritas berawal atau mengakar dari pada keinginan balas dendam terhadap apa yang di alami sebelumnya dan biasanya mereka yang berstatus senior saat ini merupakan junior di masa lalu yang telah mengalami kejadian maupun perlakuan yang sama. Pada akhirnya mereka ingin melakukan perlakuan yang sama terhadap juniornya atau balas dendam. Yang di sayangkan dalam senioritas adalah yang seharusnya mengayomi junior dan memutus rantai balas dendam justru tidak mampu di redam karena faktor keegoisan semata.
3. ras atau suku
Berbedanya ras dan suku menjadi sumber kekerasan dalam dunia pesantren, dan kerap kali akan berujung pada penyiksaan dan pembuliyan bahkan perlakuan buruk. Tidak cukup sampai disana, perbedaan ras dan suku sering membuat santri menjadi tersekat untuk bebas beraktivitas di lingkungan pesantren.
Itulah beberapa faktor sebab terjadinya kekerasan di lingkungan pesantren.
Harapan penulis setelah membaca beberapa faktor diatas, mampu meminimalisir terjadinya kekerasan di lingkungan pesantren. Dan senantiasa menghadirkan faktor di atas sebagai bahan evaluasi para pengasuh di lingkungan pesantren.

